JIWA KORSA MILITER DARI SEORANG SOEHARTO.
UNTUK MEMBELA PATI (MEMBELA KEMATIAN TEMAN ATAU PIMPINAN)
SERTA KEHORMATAN KORPS MEMBUAT SOEHARTO (44 TAHUN) MEMPERTINGGI SPIRIT
KEJUANGANNYA, TAK PEDULI WALAU HARUS BERTENTANGAN & BERHADAPAN DENGAN MENPANGAU DAN PADUKA
YANG MULIA PRESIDEN-RI.
DIA TAK SUDI DIPERDAYA DAN DITIPU.
------------------------------------------------------------
Mayjen Soeharto bertekad menumpas PKI hingga ke akar-akarnya
setelah tujuh perwira TNI AD ditemukan dalam keadaan tewas di Lubang Buaya.
Soeharto melihat gerakan PKI telah meluas ke sejumlah daerah, salah satunya
adalah di Kentungan Yogyakarta.
Di Yogjakarta, PKI berhasil membunuh Komandan Resimen Kol
Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Gijono. Let.Kol Gijono adalah ajudan
merangkap perwira operasi saat Soeharto memimpin serangan umum 1 Maret 1949.
"Sebab itu saya mesti mengadakan tindakan yang cepat
tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan dan
penghancuran," kata Mayjen Soeharto dalam Otobiografi Soeharto: Pikiran,
Ucapan dan Tindakan Saya. Terbitan PT Citra Lamtoro Gung Persada 1989.
Namun, perbedaan terjadi antara Presiden Soekarno dengan
Mayjen Soeharto, terlebih setelah Bung Karno menyebut peristiwa G30S adalah
sebuah riak kecil di samudera. Saat itu Bung Karno memiliki hubungan dekat
dengan PKI dan sejumlah tokohnya.
"Presiden Soekarno mengumumkan sikap yang sama sekali
lain daripada tindakan dan langkah yang saya buat. Lebih-lebih perbedaan paham
itu terasa setelah Bung Karno mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan G30S itu
hanyalah "een rimpeltje in de oceaan (sebuah riak kecil di
samudera)," kata Soekarno.
Perbedaan antara keduanya bukan kali ini saja terjadi.
Keduanya sempat berbeda pendapat soal adanya keterlibatan perwira AU dalam
Gerakan 30 September.
Saat itu, 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno memanggil Mayjen
Soeharto ke Istana Bogor. Setibanya di Istana Bogor suasana cukup panas. Sebab,
Kepala Staf AU Marsekal Madya TNI Omar Dhani yang dicurigai Soeharto turut
serta dalam G30S ada di sana.
Presiden Soekarno mengatakan :"Soeharto, kejadian
seperti ini kejadian biasa dalam revolusi, dan kita harus mengerti. Malah dalam
hal ini kita harus prihatin. Angkatan Darat jangan sampai mencurigai angkatan
lain. Omar Dhani telah memberitahu kepada saya, Angkaatan Udara tak tahu menahu
mengenai peristiwa ini. Dan saya juga telah mengatakan kepada Omar Dhani,
Angkatan Darat tidak tahu menahu soal ini, dan sama sekali tidak ikut
campur," kata Bung Karno kepada Soeharto saat itu.
Namun, Soeharto langsung langsung buka suara. "Tetapi kenyataannya
lain Pak. Banyak laskar Pemuda Rakyat mengadakan kegiatan dan latihan di
sekitar Pangkalan Halim dan mereka juga memiliki senjata api yang kelihatannya
seperti yang dimiliki Angkatan Udara."
Perdebatan sengitpun sempat terjadi antara Soeharto, Omar
Dhani dan seorang anggota AU lainnya, Leo Watimena. Kedua anggota AU itu
membantah senjata itu milik angkatannya. Namun, Soeharto memerintahkan
ajudannya untuk membawa senjata yang berhasil diambil dari sekitar Halim.
Bung Karno lalu melihat senjata itu dan menyerahkannya
kepada Leo untuk diteliti dengan seksama. Setelah diperhatikan secara seksama,
Leo akhirnya mengakui senjata itu milik AU.
Dengan ringan Leo Watimena mengatakan :"Mungkin mereka
mencurinya dari gudang. Kami akan meneliti lagi Bapak Presiden," Sementara
san Menteri Panglima Angkatan Udara Omar Dhani tidak mengeluarkan reaksi apapun
soal itu.
Suharto hanya memandangi reaksi Sukarno, Oemar Dhani &
Leo Wattimena yg terlihat gelisah dgn bukti senjata yg dia bawakan. Dengan
kepangkatan yg lebih rendah dibanding Oemar Dhani, Suhartopun melaporkan hasil
pertemuannya kepada Nasution sebagai pimpinan AD yg masih tersisa.
Bukti senjata yg disita dan ditujukan Suharto yang merupakan milik AU kian memperkuat dugaan keterlibata oknum ditubuh AU dan keberadaan Sukarno di pangkalan udara Halim Perdana Kusumah pada dini hari menjelang pagi memunculkan dugaan keterkaitan Sukarno dalam peristiwa G30S/PKI.
---0000---
---0000---
Bukti senjata yg disita dan ditujukan Suharto yang merupakan milik AU kian memperkuat dugaan keterlibata oknum ditubuh AU dan keberadaan Sukarno di pangkalan udara Halim Perdana Kusumah pada dini hari menjelang pagi memunculkan dugaan keterkaitan Sukarno dalam peristiwa G30S/PKI.
---0000---
---0000---